WartaNTT.com, Sabu Raijua – Peringatan Hari Buruh 1 Mei 2025 mendatang menjadi momentum penting untuk merenung seberapa jauh kesejahteraan buruh telah diperjuangkan. Terlebih lagi menyuarakan hak-hak mereka dan kondisi kerja yang lebih baik di masa depan.
Hal ini penting
dalam menghargai kontribusi buruh terhadap kemajuan bangsa baik di sektor
industri, jasa, maupun publik.
Kabupaten Sabu
Raijua sebagai salah satu daerah di NTT dengan berbagai keterbatasan yang ada, tercatat
hingga saat ini terdapat 1 investor yang cukup serius menanamkan modalnya di
sektor tambak garam.
Melalui PT.
Nataga Raihawu Industri (NRI) yang telah beroperasi sejak Tahun 2023 ini telah
membantu warga Sabu Raijua dengan membuka lapangan kerja bagi sekitar 400 warga
dengan upah yang cukup baik Rp. 1.250.000,- per Bulan nya. Hal ini juga
didukung kualitas kadar NaCl mencapai 99% yang menjadikan garam asal Sabu
Raijua dilirik pemerintah pusat.
Sayangnya kebahagiaan
dan secercah harapan yang baru saja terpancar dari senyum manis Ama-Ama dan Ina-Ina
di Sabu Raijua, perlahan memudar akibat hasil produksi yang tidak terserap
optimal sejak akhir Tahun 2024 lalu. Padahal pemerintah pusat berkomitmen
menghidupkan kembali sentra produksi garam dalam negeri menuju swasembada garam
nasional tahun 2027.
Hal ini berdampak NRI
lewat kesepakatan bersama para pekerja, hanya membayarkan upah kerja sebesar
Rp. 300.000,- per bulan sejak Januari 2025 dengan ketentuan akan membayarkan
sisanya kelak ketika garam hasil produksi laku terjual dengan harga yang lebih
baik.
Kepada WartaNTT, (28/4)
koordinator tambak garam wilayah Koloudju, Desa Menia, Riky Bara, berharap
pembayaran upah mereka bisa kembali normal jika garam hasil produksi bisa cepat
terserap.
“Disini ada 11 hektar lahan
tambak dengan karyawannya ada 110 orang. Selama ini hak yang di dapatkan
karyawan dari PT. NRI selain gaji Rp. 1.250.000,- kita tergabung dalam BPJS
Ketenagakerjaan dan mendapatkan santunan kematian” ujarnya diawal pertemuan.
Dilanjutkannya
“Terkait pembayaran upah menjadi tiga ratus ribu rupiah, sejak Januari 2025
sudah ada pembicaraan antara Perusahaan dengan seluruh karyawan dan tandatangan
diatas materai. Jadi janji Perusahaan ketika garam sudah laku terjual, baru
nanti kesisaan upah kerja akan dibayarkan”.
“Saat
ini memang ada keluhan dari pekerja terkait upah kerja yang berkurang ini.
Namun karyawan juga punya pekerjaan sampingan lainnya. Ada yang petani, kerja
serabutan dan nelayan” ucap Riky.
“Harapan
semua karyawan agar kedepan gaji bisa kembali normal ke Rp. 1.250.000,-.
Kemudian terkait jaminan kecelakaan kerja (BPJS ketenagakerjaan), agar Perusahaan
bisa lebih serius lagi karena masih ada karyawan yang belum tercover”.
“Harapan
kami juga kepada pemerintah pusat, agar pemerintah tolong perhatikan kami
dengan menyerap hasil produksi ini, sehingga garam-garam yang ada di Sabu
Raijua bisa laku terjual dan gaji kami bisa kembali normal” ungkapnya.
Riky Bara juga
berharap rencana pembangunan tambak garam terintegrasi 1.000 Ha oleh pemerintah
pusat di Sabu Raijua dapat terlaksana, sehingga bisa menyerap tenaga kerja.
Sementara itu
Penasehat PT. NRI, Ir. Marthen Luther Dira Tome, yang dihubungi WartaNTT, Senin (28/4) menjelaskan penyebab berkurangnya pembayaran upah bulanan dari ratusan
karyawan nya.
“Terkait berkurangnya upah tenaga kerja di
tambak-tambak garam milik PT.NRI yang beroperasi, sudah didahului pembicaraan
dan ada kesepakatan manajemen dengan para karyawan”.
“Semua orang mengetahui bahwa saat ini
kondisi garam tidak laku terjual baik di NTT termasuk di Jawa”.
“Musim-musim sebelumnya harga garam mencapai tiga
ribu sampai dengan empat ribu rupiah per kilogram. Namun kondisi saat ini
ditawar dengan harga sekitar lima ratus rupiah per kilogram. Sehingga jika
dipaksakan menjual, maka perusahaan akan bangkrut karena merugi”.
“Jadi sambil menunggu kebijakan
pemerintah pusat mengatasi persoalan ini, sehingga kita mengambil langkah
seperti itu” terangnya.
“Tidak ada pengurangan upah. Namun disepakati
bersama bahwa setelah garam terjual maka kekurangannya akan dibayarkan kembali.
Kemudian kewajiban lainnya oleh perusahaan tetap berjalan, baik yang alami
kecelakaan kerja maupun meninggal dunia”.
Menurut Marthen Dira Tome, tidak bisa
paksakan situasi saat ini. Karena jika dipaksakan sama dengan akan melihat
pengangguran di mana-mana.
“Tugas kita memberikan penyadaran kepada
masyarakat bahwa kondisi negara kita saat ini. Presiden telah terbitkan
Perpres 17 Tahun 2025 dimana akan menghentikan import garam”.
“Kita mau agar garam-garam lokal dapat
dilirik oleh pemerintah pusat dan pengusaha nasional. Ini yang menjadi harapan kita
saat ini, garam dapat diserap oleh pemerintah pusat”.
“Harapan kita yang pertama agar pemerintah
konsisten dalam menutup keran import garam, serta perlu perluasan lahan tambak
garam. NTT sudah
ditunjuk sebagai daerah sentra produksi garam”.
“Kemudian yang kedua, khusus untuk Sabu
Raijua kita termasuk wilayah yang sulit akses transportasinya. Selama ini rantai distribusi
garam dari Sabu Raijua diangkut kapal ke Kupang kemudian diover ke kapal
lainnya untuk dibawa ke Surabaya. Ini
menyebabkan harga garam melejit dan kita selalu kalah bersaing dengan di Jawa”.
“Uang kita masih dalam bentuk garam, sehingga
susah untuk bisa membiayai kehidupan buruh dengan baik” ungkap Matade.
Matade juga sampaikan jika mendengar rencana
pembangunan tambak garam 1.000 Ha di Sabu Raijua oleh Kementerian Kelautan dan
Perikanan RI.
“Bulan Januari lalu saya juga diundang untuk
bicara, cerita tentang tambak garam di Sabu Raijua. Mereka sudah mapping
lokasinya di Menia. Tapi saya tidak mengikuti lagi informasi terakhir”.
“Mudah-mudahan segera dilakukan akselerasi untuk percepatan-percepatan sehingga kebutuhan nasional akan garam bisa terpenuhi. Selain itu juga dapat membuka lapangan kerja baru bagi banyak orang termasuk peluang menambah PAD di Sabu Raijua” ujarnya. (DeW)
KOMENTAR