WartaNTT.com, Sumba Tengah – Dugaan carut marutnya proses penerbitan
sertifikat 350 bidang tanah proyek operasi nasional agraria (Prona) tahun 2015
di lokasi tamma dan kapulit, desa Watu Asa, Kecamatan Mamboro, Kabupaten Sumba
Tengah terus bergulir bahkan memasuki ranah hukum.
Advokat muda, Semianda Umbu Kabalu, SH., akhirnya
ditunjuk oleh warga desa Watu Asa guna menyampaikan keberatan terhadap kantor
ATR/BPN Sumba Tengah atas objek sengketa 2 buah Surat Keputusan tahun 2015 yang
dikeluarkan kepala kantor Pertanahan Kabupaten Sumba Tengah semasa itu.
Surat Keputusan yang diterbitkan mencakup pemberian hak
250 bidang tanah terletak di tamma dan 100 bidang tanah terletak di kapulit,
Desa Watu Asa.
Kepada WartaNTT, pasca menyerahkan surat keberatan, Jumat
(30/9/2022) Semianda Umbu Kabalu sampaikan telah menerima kuasa khusus sejak 27
September 2022 dan siap melaksanakan tanggungjawabnya.
“Saya ditunjuk sebagai kuasa hukum tertanggal 27
September 2022, jadi hari ini (30/9) kedatangan saya ke kantor ATR/BPN untuk
menyampaikan keberatan administratif terkait dengan keputusan kepala kantor
pertanahan kabupaten Sumba Tengah berkenaan dengan kegiatan Prona tahun 2015”.
“Pada prinsipnya setelah dicermati dan didalami, ternyata
persoalannya cukup sistemik sehingga memang butuh upaya-upaya yang cukup ekstra
melalui berbagai upaya hukum baik secara administratif maupun upaya hukum
publik melalui gugatan PTUN sehingga dapat membantu klien kami khususnya warga
desa Watu Asa yang mencari keadilan”.
Menjawab WartaNTT, Umbu Kabalu sampaikan ada upaya lain
yang akan juga ditempuh.
“Memang pengajuan keberatan administratif ini merujuk
pada peraturan Mahkamah Agung nomor 1 tahun 2018 dimana sebelum kami ajukan
upaya gugatan ke PTUN, syarat formil pengajuan keberatan itu harus lebih dahulu
dilakukan, dengan harapan kepala Pertanahan Sumba Tengah dapat mengambil sikap
meninjau kembali keputusan tahun 2015 itu”.
Dilanjutkannya “Ada beberapa upaya yang mungkin akan kita
tempuh kedepan selain keberatan administratif untuk kepentingan pengajuan
gugatan ke PTUN. Kita juga mungkin akan mengajukan pengaduan langsung ke
Kementerian ATR/BPN RI dan juga akan menyampaikan pengaduan kepada lembaga
Ombudsman perwakilan NTT terkait dengan dugaan adanya maladministrasi”.
“Saya pikir beberapa upaya itu yang kita lakukan sehingga
semua pihak dapat melihat persoalan ini secara jernih dan jeli karena ini
persoalan kepentingan masyarakat kecil yang rata-rata kehidupan ekonominya
kurang mampu baik petani dan nelayan”.
Semianda juga secara pribadi merasa terpanggil berjuang bersama secara hukum menyajikan keadilan kepada masyarakat.
“Kemudian mungkin juga nanti ada penafsiran bahwa istilah
90 hari kita mengajukan gugatan ke TUN pasca keputusan PTUN ini dikeluarkan,
bisa jadi ada penafsiran keliru bahwa gugatan kita bisa jadi tidak diterima”
imbuhnya.
“Tapi saya pikir itu perlu diklarifikasi karena keputusan
kepala kantor Pertanahan terkait dengan sertifikat Prona itu baru kita dapatkan
tertanggal 27 September 2022, sehingga tenggat waktunya harus dihitung sejak 27
September 2022 hingga 90 hari kedepan”.
“Jadi sudah ada aturan terbaru baik itu surat edaran
Mahkamah Agung maupun yurisprudensi, bagi pihak yang tidak dituju langsung oleh
keputusan pejabat tata usaha negara, penafsiran tenggat waktu 90 hari itu
bersifat kasuistis” ujarnya menjelaskan.
“Saya menduga, ada tindakan memanipulasi dokumen data yuridis oleh oknum tertentu berkaitan dengan alas hak yang menjadi dasar permohonan pendaftaran hak saat kegiatan awal Prona dilakukan”.
“Adapun kemungkinan ini akan saya dalami, dan apabila
diketahui indikasi mafia tanah, kami akan laporkan ke satgas khusus mafia tanah
baik di Kejaksaan maupun Polda NTT” tutupnya.
Informasi yang dihimpun WartaNTT, sejak 27 September 2022 sebanyak 12 orang perwakilan warga desa Watu Asa, menandatangani surat kuasa khusus kepada kantor advokat Semianda Umbu Kabalu, SH & Rekan, guna menangani persoalan yang dihadapi sejak 2015 silam.
Sementara itu Yustinus Poti Pasa (35 thn), salah satu
pemberi kuasa yang dikonfirmasi WartaNTT, Jumat (30/9/2022) membenarkan
menggunakan jasa kuasa hukum dalam persoalan yang sedang digumuli.
“Setelah melalui proses yang panjang sejak tahun 2015 mulai
dari kami mengajukan surat penolakan, kemudian berproses mediasi, lalu terbitnya
surat pernyataan menghibah kembali yang dibuat penghibah yang tidak pernah
disepakati (ditunjuk) sebagai penghibah, sampai dengan muncul nama-nama
penerima sertifikat yang tidak sesuai dengan semestinya”.
“Lalu proses berlanjut dimana dalam masa penantian
direalisasikan surat pernyataan Januari 2016, muncul lagi surat pernyataan Mei
2019 oleh 3 oknum itu”.
“Jadi dalam menentukan kuasa hukum, kami bersepakat antar
keluarga di desa Watu Asa sehingga adanya perwakilan yang membantu proses ini”.
“Kuasa hukum yang kami sepakati, pak Semianda Umbu
Kabalu. Tanggal 27 kemarin kita bersepakat, dimana ada 12 perwakilan yang
memberikan kuasa kepada beliau”.
“Harapan kami adanya titik terang dari persoalan menahun
ini. Kalau bisa seluruh sertifikat yang telah terbit itu dibatalkan, sehingga
kita bisa akomodir kembali nama-nama yang seharusnya” harapnya. (Rcd)
KOMENTAR