WartaNTT.com, LEMBATA –
Wakil Bupati Lembata, Dr. Thomas Ola Langoday didampingi sejumlah pimpinan OPD
datangi Desa Bunga Muda, Kamis (03/09/2020) di wilayah Kec. Ile Ape guna
melihat langsung kondisi kampung adat Napaulun milik Desa Napasabok dan Desa
Bunga Muda, yang terbakar diakhir Agustus kemarin.
Kampung
Adat Napaulun merupakan salah 1 kampung adat yang terletak di lereng gunung
api-Ile Lewotolok dan masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Ile Ape.
Kampung
Napaulun sendiri terdapat 14 Suku yang mendiami 35 rumah adat, dimana dalam
peristiwa minggu kelabu (30/08) yang lalu, sebanyak 26 rumah adat habis dilalap
api yang diduga akibat ulah oknum tidak bertanggungjawab membakar lahan
disekitar Napaulun, dimana akibat hembusan angin yang kencang membuat bunga api
terbang dan membakar Napaulun, bahkan hingga saat ini (03/09) kobaran api
semakin meluas hingga kearah puncak gunung. Upaya pemadaman dilakukan secara
terbatas akibat titik api yang sulit dijangkau.
Kepada
WartaNTT, Thomas Ola mengatakan “Pemkab bersama seluruh
masyarakat Lembata merasa prihatin dengan peristiwa terbakarnya aset leluhur, dimana ini bukan saja aset milik 2 desa namun menjadi
aset Indonesia, karena dari segi adat dan budaya, terbangunnya sebuah peradaban
mulai dari sini (peninggalan leluhur). Dengan kejadian ini berarti sebagian asset kita hilang. Kita berharap masih ada dokumen tersisa yang dapat
menuturkan kembali, literasi kembali, prosesi adat di kampung lama ini”.
“Menjadi
kewajiban Pemerintah bersama komunitas adat
yang ada untuk berproses,
mulainya dari mana, penataan kembali atau revitalisasi rumah adat yang ada, meskipun tidak akan kembali ke bentuk asli,
apalagi terdapat benda pusaka yang ikut terbakar dan tidak bisa diperoleh
kembali”.
Ditambahkannya “Terkait kerugian masih dilakukan
pendataan. Kami minta Kades
bersama pemangku adat mendata kembali kerugian baik dari
bangunan dan barang purbakala, kemudian lakukan taksasi nilai
kerugiannya”.
“Hari ini, dari data yang disampaikan pihak Desa, di Napaulun ada 35 rumah adat, dimana yang
selamat ada 9 unit, dan yang terbakar 26 unit”.
“Kades sampaikan tadi bahwa mulai malam ini akan menghimpun semua pemangku kepentingan di 2 Desa (Bunga Muda dan Napasabok) untuk bicara terkait proses seremonial sesuai
kearifan lokal. Pemkab menunggu hasil pertemuan para pemangku adat tersebut,
dan kita tidak akan lepas tangan karena ini merupakan aset budaya yang awalnya
membangun peradaban kita. Duka
Napaulun adalah duka kita semua” ujar Thoma Ola.
Pantauan
WartaNTT, kebakaran yang melanda Napaulun menyisahkan benda pusaka leluhur
diantaranya moko, guci, piring/gelas/periuk tanah liat (belanga) yang hancur
dihampir seluruh rumah adat, bahkan terlihat adanya tanduk rusa dan tengkorak
kerbau yang berada di rumah adat milik Suku Waolangun Bikolangun.
Ditanya lanjut soal kebakaran yang masih menjalar di puncak
gunung Ile Lewotolok, Thomas Ola sampaikan BPBD sudah himbau semua warga di lereng gunung untuk berpartisipasi dan gotongroyong mengamankan rumah adat
masing-masing sehingga api tidak merambat ke perkampungan.
“Pemerintah juga himbau kepada masyarakat agar membuka lahan tidak dengan cara
membakar, mengingat Kab. Lembata termasuk daerah yang rawan titik panas. Puntung rokok yang masih menyala saja dapat memicu
kebakaran yang hemat. Kita minta semua waspada dan tidak membuang puntung rokok atau melakukan aktivitas membakar di kebun” ujarnya.
Informasi
yang dihimpun WartaNTT dari beberapa tokoh adat yang hadir dilokasi, Bupati
Lembata, Drs. Andreas Duli Manuk pada 3 Agustus 2011 yang lalu, menandatangani
prasasti kampung Napaulun. Diatas Prasasti yang masih berdiri kokoh disekitar
rumah adat yang terbakar, tercantum sebuah kalimat leluhur “Ulun Lela Koli; Weran Nara Wayong” yang
dapat diartikan (terjemahan bebas) “Kampung
yang dikelilingi lontar dari atas hingga ke bawah sebagai tempat manusia
bersatu”.
Dimana
suku-suku pemilik Napaulun setiap 2 kali se-tahun (Agustus dan Oktober) melakukan
ritual adat yang diawali dengan berkumpul bersama dirumah adat yang
dikeramatkan (nuba nara) yang berada diluar Napaulun untuk menyalakan api,
kemudian membawa api tersebut ke setiap rumah adat yang berada di Napaulun.
Semoga
peristiwa ini menyadarkan masyarakat Lembata untuk semakin peka dengan warisan
leluhur dan tidak bersikap acuh akibat kebiasaan membakar lahan secara tidak
bertanggungjawab. (Kris
Kris)
KOMENTAR