Wartantt.com...SBD; Ahli gizi atau tenaga profesional gizi memiliki peran penting dalam mengarahkan perilaku masyarakat terhadap sumber gizi. Dengan pengelolaan dan perlakuan terhadap sumber gizi secara benar maka pasti akan terjadi Penurunan prevalensi stunting dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
“Fokus kita adalah 1000 hari pertama kehidupan maka perhatian kita tidak jauh dari ibu hamil dan bayi. Berikutnya pada inisiasi menyusui dinih. Pemberian ASI eksklusif adalah jalan keluar untuk menyelesaikan maslah ini dalam kondisi kemiskinan. Berikutnya kita membantu para ibu untuk memberikan pola makan yang benar kepada anak anaknya dan membangun budaya makan bermartabat berbasis makanan lokal”.
Hal ini disampaikan oleh Ketua DPD Persagi NTT Is Bandrio dalam kegiatan Sumpah/Janji Profesi Gizi dan seminar sehari dengan tema Peran Profesi Gizi Dalam Percepatan Penurunan Stuntung pada Sabtu (25/08) yang lalu.
Kegiatan yang diselenggarakan di aula hotel Sinar Tambolaka tersebut dihadiri oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten SBD drg Yulianus Kaleka, Ketua DPD Persagi NTT Is Bandrio, Ketua DPC Persagi Kabupaten SBD Putri Astuti, perwakilan dari sejumlah organisasi kesehatan dan sejumlah besar tenaga profesional gizi dari 4 Kabupaten se-pulau Sumba.
Ketua DPD Persagi Nusa Tenggara Timur Is Bandrio mengatakan bahwa peristiwa pengambilan sumpah dan seminar sehari tersebut menegaskan komitmrn para ahli gizi se-pulau Sumba untuk berkontribusi dalam gerakan peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Sumba khususnya dan NTT pada umumnya. Sebab menurut Is, permaslahan kesehatan di NTT masih cukup besar terutama yang saat ini menjadi pembicaraan serius di mana mana adalah stunting.
Lebih lanjut Ketua DPD Persagi NTT menjelaskan bahwa berdasarkan data di Kemenkes RI, lima tahun terakhir prevalensi stunting di NTT mengalami penurunan dengan tingkat penurunan yang lebih besar dibanding dengan tingkat penurunan nasional. Walaupun demikian prevalensi stunting di NTT saat ini masih tinggi secara Nasional. Oleh karena itu perlu gerakan yang lebih cepat lagi, agar penurunannya lebih cepat lagi.
Kepala Dinas Keaehatan Kabupaten Sumba Barat Daya drg. Yulianus Kaleka mengatakan bahwa Kabupaten yang mampu menekan stunting serendah mungkin maka akan menghasilkan generasi muda masa depan yang lebih berkualitas. Dengan demikian maka tentu saja pembangunan menjadi lebih cepat maju.
“Kita harus berusaha menekan stunting tersebut demi mempersiapkan masa depan generasi. Sebab masa depan negara dan daerah berada di tangan generasi yang baru dilahirkan saat ini dan yang sedang kita tolong” katanya.
Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa Sumba Barat Daya merupakan salah satu kabupaten dengan penduduk paling besar dari 3 kabupaten yang lain. Tentu saja itu berarti permaslahan kesehatan di Sumba Barat Daya lebih kompleks.
Dirinya mengakui bahwa terdapat banyak kemajuan dalam kaitannya dengan derajad keaehatan masyarakat karena pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara terus menerus. Namun demikian masih banyak persoalan lain di bidang kesehatan yang harus segerah ditangani.
Beliau berharap agar dengan sumpah hari ini semoga para petugas kesehatan gizi lebih bersemangat dalam menggempur stunting. Sebab stunting menjadi salah satu indikator dari SDM kita kedepan.
Putri Astuti, Ketua DPC Persagi Kabupaten Sumba Barat Daya dalam materinya mengatakan bahwa berdasarkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2018 previlensi anak stunting di Indonesia mencaai 30.8% dari jumlah anak di bawa dua tahun (baduta) sementara itu NTT menyumbang angka tertinggi dengan prevalensi 42 % sedangkan SBD sendiri menyumbang angka 10,68%.
Beliau menjelaskan bahwa stunting merupakan indikator keberhasilan, kesejahteraan, pendidikan dan kesehatan masyarakat. Dampaknya sangat luas, mulai dari dimensi ekonomi, kecerdasan, kualitas, dan dimensi bangsa yang berefek pada masa depan anak.
Lebih lanjut Putri menjelaskan bahwa faktor penyebab stunting salah satunya adalah malnutrisi yaitu keadaan di mana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup. Masa masa kritis pemenuhan asupan gizi dilakukan pada 1000 hari pertama kehidupan yakni dari janin sampai berusia 2 tahun.
KOMENTAR