WartaNTT.com, Sabu Raijua – Kejadian terbaru dari Desa Lobohede, Kecamatan Hawu Mehara, Kabupaten Sabu Raijua, Rabu (7/6/2023), dimana seorang pria marah, lalu mengejar oknum pemimpin gereja dengan sebilah parang.
Informasi yang
dihimpun WartaNTT dari beberapa warga desa Lobohede, Senin (12/6/2023) kejadian
bermula dari tindakan baptisan sepihak yang dilakukan oleh oknum pemimpin
gereja GBIA terhadap salah seorang anak dari AMG, warga asal desa Lobohede yang
merupakan jemaat GMIT.
“Kejadian kemarin
itu heboh sekali. Dengar-dengarnya sih mereka baptis jemaat gereja lain. Tapi
sampai sekarang belum kita dengar lagi penyelesaiannya seperti apa oleh
pemerintah” ujar salah seorang warga yang tidak ingin disebutkan namanya.
Sementara itu Kades Lobohede, Obi Labu., yang dikonfirmasi WartaNTT,
Senin (12/6) membenarkan adanya kejadian tersebut di wilayahnya. Obi berharap
persoalan ini ditangani secara baik dan tidak terulang lagi.
“Harapan saya sebagai pemerintah desa di Lobohede, agar masalah ini dapat
ditangani secara baik”.
“Harapan saya juga agar pimpinan GBIA jika memang belum melengkapi
prosedur sebagaimana yang diminta Kementerian Agama, agar dilengkapi”.
Dilanjutkannya “Saya juga minta pihak KemenAg agar menaruh perhatian
serius juga dengan masalah ini sehingga tidak menimbulkan gesekan-gesekan di
masyarakat”.
Kades Lobohede juga berharap warganya tidak main hakim sendiri ketika
mengalami kejadian serupa di kemudian hari.
“Saya sangat berharap seluruh masyarakat Lobohede ketika mendengar adanya
kejadian seperti ini agar tidak main hakim sendiri. Ada RT, RW dan Kepala dusun
ditingkat yang paling bawah. Harapan
saya agar jika terjadi kejadian seperti ini agar dilaporkan terlebih dahulu
sehingga kita bisa tangani secara bersama demi menjaga situasi kondusif antar
masyarakat” pintanya.
Sementara itu Camat Hawu Mehara, Welem Dimu Laga., kepada WartaNTT
sampaikan hal senada.
“Kejadian yang terjadi di Lobohede 7 Juni 2023 lalu tentu sangat
meresahkan. Karena ada warga yang merasa kecewa dengan tindakan baptis ulang
yang dilakukan oleh pimpinan GBIA”.
“Menurut informasi bahwa kejadian (baptisan ulang) itu tidak diketahui
oleh orang tua si anak, padahal orang tuanya merupakan warga GMIT”.
“Kejadiannya dari akhir tahun lalu namun baru diketahui oleh orang tua
dan keluarga si anak di awal Juni 2023 ini, sehingga menimbulkan amarah dan
terjadi pengancaman itu. Persoalan sudah ditangani Polsek Hawu Mehara dan
Polres Sabu Raijua” terangnya.
Welem Dimu melanjutkan “Informasinya anak yang dibaptis ini baru berusia
sekitar 14 tahun. Menurut pendeta GBIA, inisiatif dari si anak untuk dibaptis
kembali. Tetapi dari pihak keluarga sama sekali tidak mengetahui adanya
kejadian baptis ini”.
Welem Dimu juga sampaikan dalam waktu dekat bersama pihak Kementerian
Agama Sabu Raijua akan mengumpulkan pihak-pihak terkait.
“Sebagai pemerintah Kecamatan tentu kita harus telusuri kembali sebaik mungkin
sehingga kejadian seperti ini tidak terulang lagi”.
“Dari pihak GBIA seharusnya melakukan tindakan yang resmi. Sebagai
denominasi sudah semestinya punya izin yang sah untuk melakukan kegiatan sesuai
pengajarannya”.
“Dalam waktu dekat kami akan melakukan pertemuan yang dihadiri
unsur-unsur terkait sehingga persoalan serupa tidak meluas. Pernah terjadi juga
di Desa Tanajawa”.
“Kami juga memerintahkan para kepala Desa untuk melarang setiap bentuk
kegiatan dari organisasi keagamaan yang tidak memiliki izin yang diterbitkan
KemenAg Sabu Raijua” ujarnya.
Ketua Majelis Klasis Sabu Barat-Raijua, Pdt. Frederik Hericson Herewila,
S.Th yang dikonfirmasi terpisah kepada WartaNTT, Senin (12/6) mengatakan GMIT
akan mengambil sikap tegas namun masih menunggu proses yang sedang ditangani
aparatur negara berwenang.
“Terkait dengan kejadian di wilayah pelayanan Jemaat Siloam-Lobohede Gereja Masehi
Injili di Timor (GMIT), kami atas nama GMIT menyerahkan masalah ini kepada
KemenAg, FKUB dan FKIK Kabupaten Sabu Raijua, karena ada
kesepakatan-kesepakatan bersama yang pernah dikeluarkan terhadap berbagai
bentuk pelanggaran dan penyimpangan dalam penyiaran agama yang bertentangan
dengan aturan di negara ini”.
Ketua Klasis Sabu Barat-Raijua inipun meminta penyelesaian serius untuk
tetap menjaga stabilitas daerah.
“Kami ikuti bahwa isu-isu ini sangat sensitif dimana dapat disusupi oleh
pihak yang tidak bertanggungjawab untuk perkeruh situasi kondusif di Sabu Raijua”.
“Untuk itu kami minta kepada aparat penegak hukum agar segera ambil
tindakan, dalam tempo yang sesingkatnya sehingga keamanan dan stabilitas daerah
ini tidak terganggu”.
Ditambahkannya “Persoalan ini bukan baru sekali, namun sudah berulang kali terjadi. Kami serahkan dulu kepada aparatur negara untuk ambil tindakan. Sebagai GMIT kami tidak akan ambil tindakan mendahului lembaga yang ada. Namun kalau tidak diselesaikan secara cepat, sikap gereja pasti ada” ujarnya.
Dilansir dari laman ntt.kemenag.go.id., dalam kegiatan FGD yang digelar FKUB bersama KemenAg Sabu Raijua dan pemerintah Kecamatan Hawu Mehara (23/4/2022) hasilkan 7 point yang ditandatangani Camat Hawu Mehara, pihak KemenAg Sabu Raijua, Kantor Kesbangpol Sabu Raijua, Polsek Hawu Mehara, FKUB, FKIK, MK Sabu Barat-Raijua, Babinkamtibmas, perwakilan Kepala Desa, Tokoh Agama, Tokoh masyarakat dan pengurus GBIA.
Isi kesepakatan tersebut diantaranya mendorong pimpinan/pengurus GBIA segera mengurus kelengkapan administrasi pendaftaran gereja untuk mendapatkan tanda lapor pada Kanwil KemenAg NTT. (Edw)
KOMENTAR