WartaNTT.com, Lembata –
Front Mahasiswa Lembata Makassar Merakyat (Mata Mera) terus menyuarakan
berbagai persoalan yang terjadi di Lembata, dimana menurut Mata Mera, Pemkab
Lembata semakin hari cenderung tidak pro rakyat karena banyak persoalan
pembangunan yang terjadi namun infrastruktur dasar belum sepenuhnya menjadi prioritas.
Bertempat
di aula Kopdit Ankara, Sabtu (03/10/2020) digelar kongres 1 Front Mata Mera dengan
mengangkat tema Membedah
Lembata, Menjahit Lewotana/Leu Auq, yang juga dihadiri
beberapa petinggi partai politik dan lintas komunitas yang ada di Lembata,
namun tidak dihadiri utusan Pemkab.
Koordinator umum Front Mata Mera, Manaf Sarabity dalam sambutannya mengecam banyaknya
persoalan pembangunan yang terjadi di Lembata.
“Banyak
persoalan yang terjadi sehingga Front Mata Mera tidak
bisa tinggal diam. Lembata saat
ini tidak sedang baik-baik saja sehingga perlu dibicarakan bersama. Front Mata Mera hadir untuk melawan regulasi yang tidak
memihak rakyat”.
“Problem yang
terjadi saat ini yaitu pembangunan di Awololong, serta
begitu banyak masalah lain yang merugikan masyarakat. Untuk mewujukan demokrasi yang sejati, butuh
gerakan yang masif demi mengontrol program pemerintah daerah”.
Ditambahkannya “Wacana oligarki di Lembata nyaris terdengar, dimana persoalan oligarki tidak ada habisnya, dan juga menjadi isu nasional yang terus dibicarakan. Harus dipastikan bahwa di Lembata tidak akan pernah ada pemerintahan yang sifatnya oligarki. Ini menjadi misi kita bersama. Pemimpin yang berwatak oligarki harus dilawan” ujarnya.
Sementara
itu dari lintas komunitas yang hadir, diantaranya Komunitas Taman Daun, organisasi
sayap Partai Demokrat Bintang Muda Indonesia, Himpunan Pemuda Muslim Nubatukan,
Ikatan Keluarga Pemuda Wangatoa Trendy (Ika Wanted), Hip Hop Lembata Foundation (HLF)
dan alumni Mahasiswa Makassar, sangat mengapresiasi Front Mata Mera karena
telah konsisten menyuarakan aspirasi rakyat.
“Kita
sangat berharap lahirnya
pejuang tangguh dari kaum muda, namun kaum muda Lembata dipastikan
tidak bisa berjalan sendiri termasuk
dalam melawan oligarki. Kita
perlu bekerjasama atau bergotong royong membangun Lembata untuk keluar
dari berbagai ketertinggalan yang ada” ujar Nefri Eken dari Taman Daun.
Juprians Lamablawa selaku ketua BMI mengatakan realitas saat
ini, Lembata dibangun secara terkotak-kotak dimana
belum bersatunya seluruh kepentingan dalam lokomotif pembangunan, dan
masyarakat belum dirangkul sebagai user pembangunan.
“Kita berharap dalam aksi-aksi Front Mata Mera, dapat menjadi pemicu menumbuhkan semangat
perjuangan sehingga rezim pemerintah berbenah menjadi lebih baik dalam mewujudkan Lembata yang sejahtera
dan makmur sesuai otonomi daerah”
pungkasnya.
Ika-Wanted juga mengapresiasi gerakan-gerakan Front Mata Mera
dalam mengawal kebijakan Pemkab yang dianggap
tidak pro rakyat. “Kami berharap Front Mata Mera
dapat menjadi salah satu poros organisasi yang
menghimpun komunitas pemuda lainnya untuk duduk bersama, satukan pikiran dan
gerakan dalam mengawal pembangunan di Lembata”.
Senada dengan Ika Wanted, Hip Hop Lembata Foundation
melalui managernya sampaikan bahwa kedepan HLF melalui karya-karyanya akan ikut ambil bagian mengkritisi kebijakan pemerintah yang dianggap tidak pro rakyat, dalam upaya melawan
oligarki, serta agar warga Lembata kembali kepada gerakan gemohing.
2 tokoh politik Lembata, Yohanes Viany K
Burin dan Ferdinandus Koda, yang
ditemui WartaNTT dalam kegiatan tersebut juga mengapresiasi gerakan kaum muda Lembata
sebagi bentuk kontrol terhadap kinerja pemerintah.
Ketua
DPC Gerindra, Vian Burin mengatakan “Kita perlu apresiasi karena ada kaum muda yang peduli dengan
daerahnya dan mereka berjuang demi terwujudnya perubahan di Lewo
Tanah khususnya mengawal kebijakan pemerintah yang tidak pro
rakyat, dan pembangunan yang berorientasi
kapitalisme”.
“Perlu
gerakan pemuda dalam merubah mindset bahwa membangun Lembata butuh kerjasama, dan
kearifan lokal perlu dibangkitkan kembali dalam spirit perjuangan. Spirit perjuangan otonomi 1999, dan spirit
statment 7 Maret harus dibawa sebagai kekuatan sehingga tidak melenceng dari
tujuan berotonomi” ujarnya.
Sementara itu, Mantan Ketua DPRD Lembata, Ferdinandus Koda, kembali mengharapkan pemerintah memaknai makna otonomi
daerah dan perjuangan.
“Pemerintah
harus menghargai dan tidak boleh lupa akan sejarah perjuangan otda sehingga
dapat berbuat sesuai yang seharusnya. Jika semua proses tahapan otonomi disadari dan dipahami maka
pemerintah harus berbuat lebih baik dari yang ada saat ini”.
“Realitasnya, berbicara
saat ini adalah 21 tahun Otda Lembata, namun proses pembangunan saat ini masih berjalan ditempat karena infrastruktur dasar yakni air, jalan dan listrik sebagai dasar kebutuhan
serta sektor pendidikan dan kesehatan belum bisa terukur”.
Ditambahkannya “Bupati harus mengingat sejarah perjuangan daerah ini karena perjuangan itu mahal, serta harus disadari bahwa karena ada
rakyat
dan ada daerah (otda) maka bisa ada uang, sehingga dalam memanfaatkan satu rupiah
pun harus berdampak pada kesejahteraan rakyat” ujarnya. (Kris
Kris)
KOMENTAR