WartaNTT.com, LEMBATA –
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kab. Lembata sedang mengusut dugaan penyebaran
informasi hoax yang diposting melalui akun media sosial Facebook karena
dianggap sebagai upaya membenturkan Pemerintah dengan kelompok-kelompok agama
yang ada di Lembata.
Hal
tersebut disampaikan Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur, ST.,MT saat memimpin
rapat bersama para tokoh agama se-Kabupaten Lembata dalam penanganan Covid-19,
Senin (04/05/2020) di kantor Bupati Lembata.
Dalam
penyampaiannya, Bupati Lembata membantah informasi yang beredar bahwa gugus
tugas Covid-19 mengumumkan nama orang dengan status reaktif Rapid Test secara
terbuka melalui mobil pengeras suara di malam hari, sebagaimana yang diposting
dan dishare secara meluas di grup Facebook.
Bupati
Lembata juga mengatakan tindakan penjemputan terhadap Pelaku Perjalanan dengan
status reaktif Rapid Test (inisial P8)
dilakukan sesuai prosedur, bukan untuk gagah-gagahan tim.
“Usai pengumuman 9 kasus positif Covid-19 oleh gugus
tugas Provinsi NTT pada 30 April, dan informasi lanjutan yang diperoleh dari
Provinsi bahwa di Lembata juga ada jamaah yang ikut kegiatan di Gowa-Sulsel, sehingga
langsung ditracking oleh tim”.
“Prinsipnya Pemerintah tidak bisa menunda, begitu
dapat laporan langsung ditracking, sehingga harus segera diambil tindakan,
tidak bisa besok. Karena jika menunggu besok maka dikuatirkan pergaulannya
sudah semakin meluas, sehingga tim perlu turun untuk dievakuasi segera”.
“Tidak ada rekayasa apapun. Pemerintah tetap mengikuti
protokol dan pedoman dalam bertugas. Saya sempat ditunjukkan dari pihak
Kesbangpol, ada yang rilis di Facebook seakan-akan mengetahui semuanya”.
“Pemerintah punya data-data dan setiap saat bisa
turun untuk segera ambil tindakan. Jika nanti hasil Swab dari P8 positif, tentu
pemerintah lebih mudah untuk turun. Jadi bukan gagah-gagahan tim untuk
menjemput. Saya tekankan lagi tidak ada rekayasa apapun” ujarnya”.
Dirinya menambahkan “Kemudian saya juga mau
clearkan, tidak ada itu pengumuman lewat microphone di jalan-jalan dengan
menyebut nama orang. Dari Pemerintah tidak ada sama sekali (calling nama orang).
Karena penugasan Dinas Kominfo pada saat itu di Kecamatan luar kota”.
“Kita juga sudah cek di beberapa instansi vertikal
juga tidak ada yang umumkan, termasuk di cek ditetangga-tetangga sekitar yang
diselidiki, tidak mendengar hal itu, namun jika calling seperti biasa terkait
antisipasi penyebaran Covid-19 ya itu dilakukan disemua wilayah”.
“Gugus tugas akan panggil orangnya untuk
klarifikasi. Jangan punya pemahaman yang salah akhirnya seakan-akan mau
membenturkan pemerintah dengan kelompok umat yang lain”.
“Kita juga tidak ingin mengatakan ada kelompok yang
bermain di Facebook saling menjawab dan sebagainya. Pemerintah akan ambil
langkah hukum jika melihat sudah sangat mengganggu ketertiban umum dengan postingan
seperti itu yang merugikan kita semua” ujar Bupati Lembata.
“Saya minta agar siapapun yang mendapatkan informasi di medsos agar tidak mudah dipercayai, karena pemerintah
punya prosedur rilis dan tidak pernah sampaikan nama orang”.
“Saya juga minta agar tidak memvonis P8
dan tidak membebani keluarganya.
Psikologi keluarga harus tetap dijaga dan tetap menjaga protokol kesehatan. Kita berdoa
bersama semoga hasil Swab P8 nanti negatif. Sudah saya
sampaikan juga kepada tenaga medis yang menangani untuk amati perkembangan kesehatan P8, jika ada penyakit bawaan” ujar
Bupati Lembata.
Sementara itu dalam rapat tersebut, seluruh tokoh
lintas agama menyatakan sikap mendukung langkah yang akan diambil Pemkab
Lembata pasca adanya kasus reaktif Rapid Test bagi P8.
Bupati Lembata minta para tokoh agama masing-masing agar
memberikan pemahaman kepada umat, bahwa rencana melonggarkan aktivitas ibadah
bersama belum dapat dilakukan dalam waktu dekat.
“Nanti setelah keluar hasil PCR dari P8, baru
Pemkab akan mengambil keputusan terkait kegiatan ibadah di masing-masing rumah
ibadah”.
“Akibat
perkembangan situasi yang sangat sensitif dan dilematis, sehingga saya harus
ambil kebijakan bagi semua masyarakat. Saya minta agar bersama
menjaga kondisi, kendalikan umat, tidak membuat antar umat timbul kecemburuan”.
“Tidak ada
yang melarang orang masuk ke rumah ibadah, namun Pemerintah batasi pergerakan orang untuk
berkumpul dalam rumah
ibadah sehingga cepat kita
putus penyebaran virus ini” ujarnya.
Kadis Kominfo Kab. Lembata, Markus Labi, yang ditemui
terpisah mengatakan “Tidak ada institusi
atau oknum yang menggunakan pengeras suara dan calling keliling kota Lewoleba
menyebutkan nama orang dengan status reaktif Rapid Test pada 1 Mei seperti yang
disebutkan dalam postingan di Facebook”.
“Tanggal
1 Mei pihak kami dengan mobil pengeras suara melakukan sosialisasi dan edukasi
pada 15 Desa di Kecamatan Wulandoni dan sekitar Pukul 21.30 WITA kembali ke
Lewoleba. Kemudian sebelumnya tanggal 30 April, Kominfo bersama Polres Lembata
melakukan monitoring ke masjid dan sosialisasi edukasi dari pihak Polres.
Selama ini dan masih terus berlangsung Kominfo memberikan sosialisasi edukasi
tanpa menyebut nama orang” ujarnya menambahkan. (Kris Kris)
KOMENTAR