Oleh: Bpk. Drs. Daniel G. Sabarua
(Kadis Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Sumba Tengah)
Wartantt.com-Waibakul--- Secara harafiah, pengertian “Kataga” berasal dari kata “Taga” yang mendapat awalan Ka, dimana artinya "Mari kita potong atau pancung". Dalam arti yang lain, “Kataga” adalah memperhitungkan kekuatan lawan, dimana letak kelemahannya. Makanya, gerakan-gerakan kaki dalam tarian ini seperti maju mundur pada awalnya.
Menurut Kadis Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Sumba Tengah, “Kataga” juga berasal dari kata “Katagahu”, yaitu kegiatan memotong kepala manusia korban peperangan. Jadi, zaman dahulu di Sumba pernah terjadi perang antar kampung atau suku yang disebut perang tanding. Dalam perang tanding tersebut, yang menang akan membawa pulang kepala musuhnya yang kalah sebagai simbol kemenangan dalam perang. Pemenggalan kepala manusia pun dilakukan dengan sangat hati-hati dan penuh perhitungan, agar tidak merusak tengkoraknya.
Selanjutnya, kepala musuh tadi akan dimasak di atas tungku (adung bani), yaitu "Kabellaku da binnu, kaitu dama jauli", dimana ungkapan ini mengandung makna tempat yang tidak pernah penuh dan meminta untuk selalu diisi". Setelah dimasak kepala tersebut, kemudian tengkoraknya digantung atau dikubur dalam tanah di halaman depan rumah adat yang disakralkan pemenang (tugu adung) di pelataran depan (Talora).
Jika ada pihak ketiga melakukan perjanjian damai pada kedua belah pihak, maka tengkorak kepala tersebut bisa dibawa pulang oleh pihak musuh sebagai tanda perdamaian. Setelah perjanjian perdamaian selesai, biasanya para prajurit yang ikut dalam perang tanding akan memperagakan cara mereka berperang, bagaimana menyerang, menangkis, menghindar, hingga memotong kepala manusia. Namun, setelah tradisi perang tanding sudah dihilangkan, maka mereka menjadikan berbagai gerakan tersebut menjadi sebuah gerak tari, yang sampai saat ini disebut dg tarian “KATAGA”.
Tarian Kataga merupakan tarian tradisional yang memiliki nilai seni, filosofis dan historis. Nilai seninya terlihat dari gerakan para penari yang merupakan perpaduan seni tari dan seni perang masyarakat sumba. Setiap gerak tari Kataga juga memiliki filosofi dan makna tersendiri bagi masyarakat sumba, khususnya di wilayah Anakalang dan Wanukaka.
Tarian Kataga memiliki nilai historis krn diangkat dari sejarah masyarakat Anakalang dan Wanukaka, kata Kadis yang pernah mengajar di Kota Pancasila, Ende.
Tarian Kataga biasanya diatraksikan oleh 8 orang penari pria atau dapat lebih dengan kostum busana kain adat dan dilengkapi dengan senjata berupa pedang/parang (katopu) dan perisai/ tameng (toda) serta ikat kepala (rowa/kapauta), giring-giring (lagoru) dan Kaleliwihi. Dalam atraksi pertunjukan tarian Kataga, para penari dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pembagian kelompok tersebut untuk menggambarkan dua kubu musuh yang berperang. Atraksi tarian Kataga, biasanya diiringi dengan alunan musik tradisional yang ditabuh/ dipukul (tambur dan gong) oleh para penabuh sebanyak 6 orang dengan irama cepat, keras atau lembut. Kemudian, sambil menari para penari meneriakan suara yel-yel khas masyarakat sumba (payawaungu dan disambut kakalak oleh kaum wanita dengan gegap gempita, sehingga membuat suasana pertunjukan tarian Kataga semakin semarak dan meriah.
Gerakan tarian Kataga ini biasanya di dominasi dengan gerakan mengayunkan pedang/ parang dan gerakan kaki yang meloncat-loncat, lalu diikuti gerakan badan membungkuk dan menggeliat seolah menghindari serangan. Selain itu juga, diselingi dengan gerakan menepukkan tameng pada saat formasi berbaris. Demikian juga, dibutuhkan kekompakan dan keserasian, agar gerakan tarian Kataga terlihat indah dan menarik. @oktobere.
(Kadis Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Sumba Tengah)
Wartantt.com-Waibakul--- Secara harafiah, pengertian “Kataga” berasal dari kata “Taga” yang mendapat awalan Ka, dimana artinya "Mari kita potong atau pancung". Dalam arti yang lain, “Kataga” adalah memperhitungkan kekuatan lawan, dimana letak kelemahannya. Makanya, gerakan-gerakan kaki dalam tarian ini seperti maju mundur pada awalnya.
Menurut Kadis Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Sumba Tengah, “Kataga” juga berasal dari kata “Katagahu”, yaitu kegiatan memotong kepala manusia korban peperangan. Jadi, zaman dahulu di Sumba pernah terjadi perang antar kampung atau suku yang disebut perang tanding. Dalam perang tanding tersebut, yang menang akan membawa pulang kepala musuhnya yang kalah sebagai simbol kemenangan dalam perang. Pemenggalan kepala manusia pun dilakukan dengan sangat hati-hati dan penuh perhitungan, agar tidak merusak tengkoraknya.
Selanjutnya, kepala musuh tadi akan dimasak di atas tungku (adung bani), yaitu "Kabellaku da binnu, kaitu dama jauli", dimana ungkapan ini mengandung makna tempat yang tidak pernah penuh dan meminta untuk selalu diisi". Setelah dimasak kepala tersebut, kemudian tengkoraknya digantung atau dikubur dalam tanah di halaman depan rumah adat yang disakralkan pemenang (tugu adung) di pelataran depan (Talora).
Jika ada pihak ketiga melakukan perjanjian damai pada kedua belah pihak, maka tengkorak kepala tersebut bisa dibawa pulang oleh pihak musuh sebagai tanda perdamaian. Setelah perjanjian perdamaian selesai, biasanya para prajurit yang ikut dalam perang tanding akan memperagakan cara mereka berperang, bagaimana menyerang, menangkis, menghindar, hingga memotong kepala manusia. Namun, setelah tradisi perang tanding sudah dihilangkan, maka mereka menjadikan berbagai gerakan tersebut menjadi sebuah gerak tari, yang sampai saat ini disebut dg tarian “KATAGA”.
Tarian Kataga merupakan tarian tradisional yang memiliki nilai seni, filosofis dan historis. Nilai seninya terlihat dari gerakan para penari yang merupakan perpaduan seni tari dan seni perang masyarakat sumba. Setiap gerak tari Kataga juga memiliki filosofi dan makna tersendiri bagi masyarakat sumba, khususnya di wilayah Anakalang dan Wanukaka.
Tarian Kataga memiliki nilai historis krn diangkat dari sejarah masyarakat Anakalang dan Wanukaka, kata Kadis yang pernah mengajar di Kota Pancasila, Ende.
Tarian Kataga biasanya diatraksikan oleh 8 orang penari pria atau dapat lebih dengan kostum busana kain adat dan dilengkapi dengan senjata berupa pedang/parang (katopu) dan perisai/ tameng (toda) serta ikat kepala (rowa/kapauta), giring-giring (lagoru) dan Kaleliwihi. Dalam atraksi pertunjukan tarian Kataga, para penari dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pembagian kelompok tersebut untuk menggambarkan dua kubu musuh yang berperang. Atraksi tarian Kataga, biasanya diiringi dengan alunan musik tradisional yang ditabuh/ dipukul (tambur dan gong) oleh para penabuh sebanyak 6 orang dengan irama cepat, keras atau lembut. Kemudian, sambil menari para penari meneriakan suara yel-yel khas masyarakat sumba (payawaungu dan disambut kakalak oleh kaum wanita dengan gegap gempita, sehingga membuat suasana pertunjukan tarian Kataga semakin semarak dan meriah.
Gerakan tarian Kataga ini biasanya di dominasi dengan gerakan mengayunkan pedang/ parang dan gerakan kaki yang meloncat-loncat, lalu diikuti gerakan badan membungkuk dan menggeliat seolah menghindari serangan. Selain itu juga, diselingi dengan gerakan menepukkan tameng pada saat formasi berbaris. Demikian juga, dibutuhkan kekompakan dan keserasian, agar gerakan tarian Kataga terlihat indah dan menarik. @oktobere.
KOMENTAR