Kepala
UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah SBD Kehutananan wilayah SBD Stefanus Nono
Lalo membenarkan bahwa ada penebangan liar di kawasan hutan lindung yang
berada wilayah Sumba Barat Daya. Hal ini
dikarenakan minimnya pemahaman masyarakat dalam menjaga maupun melestarikan
hutan. Demikian disampaikan kepala UPT kesatuan Pengelolaan hutan di wilayah
SBD pada Selasa(11/12) di ruangannya.
Stefanus menjelaskan
bahwa penebangan secara liar bukan karena kurangnnya pengawasan. Dirinya tidak pungkuri bahwa dari 19.543,947 Ha
kawasan hutan lindung sangat membutuhkan banyak tenaga polisi kehutanan.
Sedangkan anggotanya saat ini berjumlah 10 orang. Untuk biaya operasional
sendiri hanya 200 juta rupiah. Dengan keterbatasan itu, sudah Lima kali dirinya
bersama anggota polhut menemukan potongan kayu ditengah hutan tanpa pelaku
penebang liar. Sehingga saat ini ada 19 orang pelaku yang menjadi buronan.
Stefanus menambahkan bahwa kawasan hutan lindung sudah dialihkan ke propinsi.
Sehingga biaya perawatan maupun pengawasan dari Daerah tidak ada.
"Tidak
ada anggaran dari Pemda, semua kawasan
hutan sudah diambil alih oleh propinsi,
sehingga kami hanya bisa mengawasi dengan berbagai keterbatasan, apa
lagi jumlah anggota polisi kehutanan tidak terlalu memadai," tutur
dirinya.
Pihaknya akan segera berkoordinasi dengan pemerintah
pusat supaya diadakan anggaran lanjutan.
Sehingga perawatan kawasan hutan wisata dapat tertatah rapi. Ia juga mengharapkan supaya masyarakat, OPD,
dan semua pimpinan dari RT sampai Kecamatan menjadi informan dan mitra kerja
dalam penataan maupun pengawasan. Ia meyakini dengan adanya kerja sama yang
baik akan menciptakan hasil yang baik pula.
"Saya
sangat mengharpkan dengan keterbatasan ini, supaya semua warga masyarakat SBD
dan Pemda dapat bekerja sama dalam melestarikan serta menjaga ekosistem
hutan, karena baik buruknya beberapa
tahun yang akan datang kita juga yang akan merasakan," harap Stefanus.
Sebelumnya
kepada media ini mantan asisten satu bidang pemerintahan dan kesra Imanuel
Horo, SE menyebutkan bahwa Kawasan hutan
milik Negara yang berada disekitar Desa kedu wella, mangganipi, hutan jati Kalembu Danga, Watu kaweda, Roko
Raka di Desa Refa Pad dan beberapa tempat lain sudah mulai gundul. Kekiliruan penafsiran
kepemilikan terhadap hutan lindung oleh masyarakat terutama pemerintah menjadi
persoalan yang utama. Ia menjelaskan bahwa secara administrasi kawasan hutan
sudah dihendel oleh pemerintah pusat. Dengan hal itu bukan berarti Pemda atau
masyarakat tidak menjaga penghijauan hutan.
Selain
itu, dirinya sangat memprihatinkan
penebangan liar yang semakin berkembang. Namun ia mengakui bahwa lemahnya
pengawasan menjadi kendala dalam menjaga ekosistem hutan.Ia juga berharap
supaya komonikasi yang baik antara pemda dan pemerintah pusat maupun masyarakat
dapat berjalan dengan baik. Ia menambahkan bahwa kegundulan hutan akan
berdampak pada kerugian masyarakat SBD sendiri.
Dikesempatan
itu dirinya mengakui bahwa sangat merasa kecewa ketika melihat kawasan hutan
wisata roko raka di Desa Reda Pada yang terabaikan. Kata Imanuel hutan wisata
itu sangat berpotensi kalau dikelola dengan baik. Apa lagi berada di pinggir
jalan propinsi dan kabupaten.
"saya
berikan contoh, dihutan tanah ndaru yang
menjadi slah satu hutan lindung, masyarakat ambil kayu mati saja bisa
dipidanakan karena itu sudah diatur UU, kalau saja SBD menegakan aturan yang
baik maka kelestarian hutan akan tetap terjaga, benar kawasan hutan lindung di
SBD sudah dialihkan kepemerintah pusat, tetapi kita harus menjaga dan mengawasi
juga," kata Imanuel.(Rn/06)
KOMENTAR