wartantt.com -- Pemuda menjadi target utama doktrinasi
ideologi radikal terorisme bagi gerakan kelompok radikal. Bahwa hampir
mayoritas pelaku bom dan kekerasan teror di Indonesia berumur antara
19-35. Fakta bahwa 80% dari 600 terduga teroris yang ditangkap adalah
remaja berumur 18-30 tahun. Saya sontak merinding sekaligus merenung
ketika disuguhkan data mengenai hal ini pada saat mengikuti pelatihan
duta damai dunia maya Mataram beberapa waktu lalu.
Mengapa anak muda?. Fakta bahwa anak muda
selalu memiliki semangat menggebu-gebu dalam mencoba segala hal yang
baru. Tak bisa dipungkiri bahwa pemuda menjadi pewaris penerus bangsa
ini. Sehingga terkadang tanpa sadar dalam proses pengembangan diri dan
pencarian jati diri ,mereka salah langkah dan terperangkap untuk
dijadikan tumbal oleh kelompok ekstrimis dengan iming-iming surga.
Salah satu dari sekian bejibun penyebab
adalah karena pemuda tidak melek literasi. Pemuda tidak peka bahkan
terkadang acuh dengan informasi perkembangan gerakan-gerakan teroris di
nusantara baik melalui buku maupun dunia maya. Kalaupun sangat aktif di
media sosial tapi seringkali menelan mentah-mentah setiap informasi
tanpa cek and ricek. Pun tidak sadar bahwa dirinya sedang dibidik dan menjadi Incaran. Mangsa empuk.
Urgensi Melek Literasi bagi Pemuda
Literasi seperti yang kita fahami adalah
kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan
proses membaca dan menulis. Education Development Center (EDC)
juga menyatakan, literasi lebih dari sekedar kemampuan baca tulis.
Literasi adalah kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan
keterampilan (skills) yang dimilii dalam hidupnya. Dengan pemahaman bahwa literasi mencakup kemampuan membaca kata dan membaca dunia.
Saya tegaskan kembali melek literasi tidak
hanya dimaknai membaca kata, tapi membaca dunia. Artinya dalam menangkal
radikalisme, pemuda harus menjadi agen cerdas dengan strategi jitu anti
mati kutu apalagi mati gaya. Berikut beberapa tips menjadi pemuda
cerdas lawan radikalisme.
Pertama, pemuda harus progresif dan cermat
dalam melihat setiap juta informasi yang berseliweran per sekian detik.
Teliti melihat sumber informasi dengan membiasakan diri saring sebelum sharing. Tidak asal yang penting posting tapi memposting hal-hal yang penting. Wabilkhusus tentang anti radikalisme dan terorisme.
Kedua, aktif menulis konten-konten positif.
Hal tersebut sebagai penangkal konten negatif yang mengancam integritas
bangsa yang bhineka tunggal ika. Terus menggalakkan narasi-narasi
damai, persaudaraan, dan toleransi baik di dunia maya maupun dunia
nyata. Sehingga pemuda zaman now tidak hanya dianggap sebagai generasi millennial yang tak banyak memberikan manfaat bagi negeri. Buktikan pemuda bisa.
Ketiga, menjadi katalisator menyuguhkan
media alternatif yang berimbang dan memberikan kesejukan. Barangkali
maraknya konten-konten radikal anti NKRI yang dengan gampang bisa
ditemukan dan dikonsumsi di dunia maya adalah karna kurangnya media
tandingan yang menyuguhkan konten-konten cinta damai dan NKRI harga
mati.
Keempat, melakukan gerakan secara offline memberikan pemahaman tentang bijak bermedia sosial agar tidak menjadi korban kelompok radikal, baik di tempat umum seperti car free day hingga goes to school.
Well, demikian tips dari saya
bagaimana cara pemuda cerdas lawan radikalisme. Sebagai penutup jangan
lupakan pesan dari pak presiden Joko Widodo: terorisme, radikalisme,
ekstrimisme harus dihadapi tanpa kompromi. Jangan sampai ada kompromi
dengan hal-hal yang berkaitan dengan terorisme. Negara harus menang.
KOMENTAR