Tiap agama mengajarkan toleransi. “Bagi kalian agama kalian, dan bagi kami agama kami.”
Ayat tersebut tertera dalam surat (Al-Qur’an) Al-Kafirun ayat 6 yang menggambarkan toleransi dalam agama Islam. Selain ayat diatas, banyak ayat lain yang tersebar di berbagai surat, praktik toleransi dalam sejarah Islam, dan hadis Rasulullah, seperti “Agama yang paling dicintai Allah adalah agama yang lurus dan toleran.”
Tak hanya Islam, lima dari enam agama yang diakui di Indonesia, yakni Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, dan Kong Hu Chu, juga mengajarkan, bahkan menganjurkan untuk saling bertoleransi antar umat. Seperti ucapan dalam ajaran agama Katolik, sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Konsili Vatikan II tentang sikap terhadap agama-agama lain, yang berpegang teguh pada hukum yang paling utama, yakni “Kasihanilah Tuhan dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu dan dengan segenap hal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Kasihanilah sesama manusia seperti dirimu sendiri.”
Isi deklarasi diatas menggambarkan bahwa pada dasarnya manusia memiliki hak yang sama, tidak ada rasa untuk membeda-bedakan meski berlainan agama. Juga memiliki sikap saling menghormati agar tercipta kehidupan yang rukun dan damai.
Agama lain pun mengajarkan pula tentang masalah kerukunan. Dalam pandangan agama Hindu untuk mencapai kerukunan antar umat beragama, manusia harus memiliki dasar hidup yang disebut Catur Purusa Artha, yang mencakup Dharma, Artha, Kama, dan Moksha. Dharma artinya susila dan berbudi luhur. Dengan Dharma, seseorang akan mencapai kesempurnaan hidup, baik untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Artha, yakni kekayaan yang memberi kepuasan hidup. Kama pun diperoleh berdasarkan Dharma. Moskha berarti kebahagiaan yang abani, yakni tujuan akhir dari agama Hindu yang tiap saat selalu dicari sampai berhasil. Upaya mencari Moskha juga beerdasar pada Dharma.
Keempat dasar inilah yang merupakan titik tolak terbinanya kerukunan antarumat beragama. Keempat dasar tersebut memberikan sikap saling menghormati dan saling menghargai keberadaan umat beragama lain. Tidak saling mencurigai, juga tidak saling menyalahkan.
Sedangkan menurut agama Buddha, berkembangnya perpecahan dan hancurnya persatuan serta kerukunan mengakibatkan pertentangan dan pertengkaran. Sang Buddha bersabda dalam Dharma pada ayat 6, yakni “Mereka tidak tahu bahwa dalam pertikaian mereka akan hancur dan musnah, tetapi mereka yang melihat dan menyadari hal ini akan damai dan tenang.”
Dalam pandangan Kristen Protestan, aspek kerukunan hidup beragama dapat diwujudkan melalui Hukum Kasih yang merupakan pedoman hidup, yakni mengasihi Allah dan sesama manusia. Kasih merupakan hukum utama dan yang terutama dalam kehidupan umat Krsiten. Landasan kerukunan menurut agama Protestan bersandar pada Injil Matius 22:37.
Pandangan terakhir, yakni dari agama Kong Hu Chu, manusia memiliki lima sifat mulia untuk menciptakan kehidupan harmonis, yakni Ren (cinta kasih), Gi (solidaritas), Lee (sopan santun), Ce (bijak, pengertian dan kearifan), dan Sin (rasa percaya). Memperhatikan ajaran Kong Hu Chu tersebut, lima sifat mulia tersebut sangat menekankan hubungan yang harmonis antara sesama manusia dengan manusia lainnya, tanpa membedakan agama dan keyakinan, disamping hubungan harmonis dengan Tuhan dan serta lingkungannya.
Terbukti SUDAH !!! tiap agama mengajarkan untuk saling mengasihi dan menyayangi tiap umat tanpa memandang keyakinannya. Sayangnya, lagi-lagi konflik antar umat beragama terjadi untuk kesekian kalinya di Indonesia seperti Contoh Kasus Konfil Poso Dan Ambon.
Tuhan memang menciptakan manusia di dalam berbagai jenisnya. Ada ras, suku, dan etnis yang bervariasi. Makanya juga ada warna kulit, bentuk tubuh, dan lain-lain yang berbeda-beda. Tetapi justru si inilah letak keindahannya. Secara antropologis, biologis dan psikhologis memang Tuhan menciptakan manusia dalam rupa dan bentuk yang berbeda. Tetapi seluruh perbedaan itu justru menjadikan dunia menjadi warna-warni dan menghadirkan keanekaragaman.
Dalam dunia biologis disebut sebagai keanekaragaman hayati, dari sisi antropologis melahirkan keanekaragaman budaya dan tradisi, sedangkan dari sisi psikhologis menghadirkan kenekaragaman sifat dan kejiwaan. Dari dimensi sosiologis menghadirkan penggolongan social yang unik. Kemudian dari sisi agama juga melahirkan keanekaragaman agama dan penganutnya.
Di dalam kehidupan ini, sesungguhnya memang tidak ada yang bersifat tunggal. Semuanya bervarian-varian. Akan tetapi justru melalui varian-varian ini tampaknya Tuhan memang ingin memberi pelajaran kepada manusia tentang keindahan bervariasi tersebut. Andaikan kehidupan ini tidak bervariasi, maka tidak ada keindahan yang menyelimuti kehidupan manusia itu.
Perbedaan antar individu adalah bagian dari rencana Tuhan terhadap kehidupan manusia. Cobalah lakukan pencermatan terhadap manusia. Maka akan ada sejumlah perbedaan. Dari sidik jari agan agan saja, misalnya akan dijumpai perbedaan antara yang satu dengan yang lain. Seakan Tuhan juga memang menciptakan manusia melalui identitas yang sangat berbeda dari sidik jari. Secara biologic dan fisik juga menunjukkan perbedaan-perbedaan yang signifikan.
Secara individual manusia memang memiliki sejumlah perbedaan. Akan tetapi ternyata mereka bisa berpasang-pasangan. Ada pasangan lelaki dengan perempuan yang diikat oleh tali perkimpoian. Ada pasangan lelaki dengan lelaki atau perempuan dalam konteks persahabatan. Ada pasangan lelaki, lelaki atau perempuan dalam ikatan organisasional, pekerjaan, politik, agama dan sebagainya.
Inilah yang disebut sebagai KEINDAHAN HIDUP. Orang berbeda-beda tetapi bisa saling menyatu, bersatu padu, mengayunkan langkah bersama dan sebagainya. Manusia sungguh-sungguh berbeda, akan tetapi memiliki kemampuan untuk menyatukan diri dalam ikatan-ikatan sosiologis yang sangat padu. Bahkan juga tidak hanya perbedaan fisik dan piskhis akan tetapi juga perbedaan kepentingan dan orientasi kehidupan. Namun di sisi lain, mereka bisa menyatu di dalam penggolongan kehidupan social dan politik atau lainnya.
Dalam keadaan berbeda tetapi bisa menyatu atau diversity in unity atau juga menyatu di dalam perbedaan atau unity in diversity, maka diandaikan bahwa meskipun manusia itu berbeda-beda akan tetapi memiliki kemampuan untuk menyatu dalam penggolongan-penggolongan social di dalam kehidupan. Memang manusia memiliki sisi kehidupan individu dan juga social. Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus makhluk social.
Sebagai makhluk individu yang memiliki kepentingan berbeda dengan lainnya, maka benturan kepentingan dalam penggolongan social tentu tidak bisa dihindarkan. Meskipun mereka telah menjadi satu dalam penggolongan social akan tetapi tidak berarti bahwa mereka telah memiliki satu ikatan yang sama sekali menyatu. Tetap ada individualitas di tengah komunitas atau sosialitas.
Disebabkan oleh realitas sosial semacam ini, maka di dalam konsepsi social maka dikenal istilah toleransi. Yaitu perbedaan-perbedaan di dalam suatu komunitas atau sosialitas, yang tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk bersama karena ikatan-ikatan social yang mereka ciptakan dan lakukan.
Mereka membangun kesepahaman dan kebersamaan. Mereka membuat aturan sebagai pedoman untuk merajut kebersamaan itu. Mereka merumuskan kesepakatan agar kehidupannya menjadi damai. Inilah yang disebut sebagai kemampuan agensi manusia untuk merumuskan kebersamaan di tengah perbedaan yang bahkan sangat rumit dipersatukan.
Di dalam rumah tangga saja pasti ada perbedaan, bahkan pertentangan. Bisa antara suami dan istri, antara orang tua dan anak atau antar saudara. Akan tetapi manusia selalu memiliki kemampuan untuk merajut kembali perbedaan tersebut ke dalam kesatuan-kesatuan organic. Apalagi di dalam kehidupan segregasi di dalam kelompok. Yang pasti akan didapati perbedaan, pertentangan bahkan konflik yang terkadang sulit diredam. Namun demikian, selalu saja manusia memiliki kemampuan untuk melakukan negosiasi atas perbedaan tersebut.
Potensi berbeda yang bersandingan dengan potensi menyatu adalah keunikan manusia sebagai makhluk social. Dan inilah salah satu kelebihan manusia di dalam relasinya dengan dunia kehidupannya. Makanya, manusia dapat mengembangkan toleransi yang tidak ada putus-putusnya. Datang dan silih berganti. Jika ada konflik maka kemudian muncul rekonsiliasi. Demikian seterusnya.
Jadi, jika manusia kemudian mengembangkan sikap toleransi dalam banyak urusannya, maka sesungguhnya ini merupakan aktualisasi potensi manusia yang sebenarnya juga memendam toleransi itu di dalam dirinya.
Toleransi antar umat beragama, antar etnis, antar suku, dan sebagainya merupakan fondasi dasar bagi terselenggaranya kehidupan social yang teratur. Keteraturan social hanya akan terjadi jika di dalam kehidupan ini manusia mengembangkan toleransi di dalam banyak aspek kehidupan.
MAJU TERUS INDONESIAKU !! WUJUDKANLAH TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA,HORMATILAH AGAMA MEREKA ! JANGAN KITA DI ADU DOMBA OLEH OKNUM2 YANG TIDAK BERTANGGUNG JAWAB UNTUK MEMECAH BELAH KITA !! BHINNEKA TUNGGAL IKA "BERBEDA BEDA TETAPI TETAP SATU (Kaskus)
KOMENTAR