wartantt.com - Ketika konflik Suriah meletus, tiba-tiba HT yang sebelumnya
menyuarakan pentingnya persatuan umat, termasuk persatuan Sunni-Syiah, berubah haluan. Tidak ada lagi kearifan, tidak ada lagi kecerdasan, dan
tidak ada lagi tabayyun atas tragedi kemanusiaan yang melanda Suriah.
Bahkan teori yang sebelumnya mereka yakini: bahwa perpecahan dalam tubuh
Islam merupakan agenda Barat, seperti dilupakan begitu saja. HT,
termasuk HT Indonsia pun menjelma menjadi salah satu provokator yang
menyulut isu konflik Sunni-Syiah di dunia, terkhusus di Suriah.
Perubahan drastis sikap HT ini memunculkan pertanyaan, bagaimana ideologi HT sebenarnya? Untuk menjawab pertanyaan ini, Redaktur mewawancarai Dr. Ainur Rofiq al-Amin, dosen Fakultas Ushuludin, IAIN Sunan Ampel Surabaya. Beliau adalah mantan anggota HTI, dan disertasinya membahas tentang Hizbut Tahrir. Disertasi itu diterbitkan menjadi buku berjudul “Membongkar Proyek Khilafah Ala Hizbut Tahrir di Indonesia”. Laporan wawancara ini kami sajikan dalam dua bagian. Bagian pertama bisa dibaca di sini.
Berikut ini bagian kedua. Di bagian kedua ini, Redaktur membahas tentang buku yang ditulis tokoh HTI, Felix Siaw, yang berjudul Beyond the Inspiration.
R: Pada halaman 86 -89 dari buku Beyond the Inspiration, Felix Siaw mengungkapkan ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dalam dunia Islam, misalnya; Kuwait dan Arab Saudi yang kaya raya namun tidak mampu menolong Palestina, UEA memiliki teknologi canggih tapi merupakan negara pesakitan. Juga al-Azhar. Felix Siaw menyerang al-Azhar, yang menurutnya merupakan sebuah Universitas Islam terkemuka, namun tidak menghasilkan perbaikan pada umat muslim yang diharapkan. Apa ini tidak mengecilkan peran al-Azhar yang telah mencetak ribuan ulama Islam yang termasyur? Benarkah al-Azhar tidak membawa perbaikan kepada umat muslim seperti yang diharapkan? Bagaimana menurut Ustadz?
ARA: Bagi gerakan HT, yang dijelaskan dalam kitab-kitabnya, bahwa dakwah kalau tidak untuk melanjutkan kehidupan Islam yang diartikan dengan penegakan khilafah, adalah dakwah yang salah. Dakwah dengan cara mendirikan rumah sakit, panti-panti asuhan, atau dakwah hanya sekedar mengajak kebaikan adalah salah. Bahkan menurut mereka, dakwah-dakwah di atas adalah berbahaya, karena dapat melenakan, meninabobokan umat, sehingga umat tidak berusaha menegakkan khilafah. Dengan kesimpulan yang demikian, maka bagi HT, aktifitas dakwah kebaikan apapun, kalau itu tidak mengarah kepada penegakan khilafah adalah salah. Inilah bahayanya model dakwah yang mengklaim sebagai yang paling benar. Makanya, tidak aneh bila Al-Azhar juga dikritik.
R: Kalau menurut Felix, banyaknya masalah dari kaum muslimin timbul lantaran “way of life’ yang keliru. Baginya, wujud “way of life” adalah berislam secara kaffah. Bagaimana menurut Ustadz?
ARA: Ini menggelikan. Seluruh anggota HT memaknai Islam kaffah adalah apabila semua berupaya menegakkan khilafah. Siapapun, atau organisasi Islam apapun yang tidak berdakwah untuk menegakkan khilafah dianggap tidak berupaya untuk berislam secara kaffah.
R: Dalam buku tersebut pada halaman 255, ada sebuah hadist, bunyinya; “Di tengah-tengah kalian ada masa kenabian, atas izin Allah ia tetap ada. Lalu, Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Dia ada dan atas izin Allah, dia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (kerajaan yang zalim), dia juga ada dan atas izin Allah dia akan tetap ada. Lalu Dia mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian aka nada kekuasaan diktator yang menyengsarakan, dia juga ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Selanjutnya, akan ada kembali khilafah yang mengikuti manhaj kenabian (HR Ahmad).” Hadist ini dihubungkan dengan Surat An-Nuur: 55. Dalam hadist di atas, ada redaksi, “Akan ada kembali khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” Felix mengartikan kalimat ini adalah kebangkitan khilafah yang kedua kalinya yang akan membawa kita kembali ke zaman Rasulullah Saw. Benarkah ayat dan hadits tersebut merupakan sandaran bagi penegakan khilafah?
ARA: Ini juga hal yang perlu dikritisi. Pengaitan hadits dari Imam Ahmad tersebut dengan QS. An Nur : 55 tentu untuk memperkuat argumentasi HT dalam meyuarakan dakwah penegakan khilafah. Fokus mereka hanya penegakan khilafah. Walaupun secara historis, korelasi makna ini tidak ada riwayatnya. Jadi sepertinya mereka menafsirkan untuk memperkuat hadis tersebut dengan menggunakan ayat al-Qur’an.
R: Felix Siaw kemudian menghubungkan hadits di atas dengan Surat Ath-Thalaq ayat 2-3 dan An-Nissa : 95. Nubuat tentang tegaknya khilafah kembali harus disikapi dengan taqwa, dan diperjuangkan. Apakah ini tepat? Apakah wajib bagi kita umat muslim memperjuangkan tegaknya khilafah?
ARA: Bagi HT memperjuangkan penegakan khilafah adalah wajib. Bahkan sesiapa yang tidak berupaya, berleha-leha atau santai-santai tidak memperjuangkan khilafah, maka orang tersebut berdosa. Tidak hanya berdosa, menurut kitab-kitab HT, mereka telah melakukan akbarul ma’ashi (kemaksiatan yang besar) yang akan disiksa oleh Allah dengan siksa yang teramat pedih. Tidak terbayangkan nalar HT ini bagi mereka yang menolak khilafah, apa sebutannya. Bagi saya sendiri khilafah, adalah masalah ijtihad yang tidak harus didosa-dosakan bagi yang tidak memperjuangkan penegakannya. Tidak terpikirkan, seberapa banyak ulama kita yang mukhlis yang telah berupaya berjuang dan mendirikan NKRI ini yang berarti telah berdosa, karena para ulama kita ini tidak menjadikan NKRI sebagai khilafah.
R: Pada halaman 258, disebutkan “Sesungguhnya tidak ada jalan lain bagi orang yang berpikir sehat, dan tidak ada pilihan lain bagi seorang mukmin bahwa solusi satu-satunya bagi keterpurukan umat saat ini adalah mengembalikan aqidah dan syariat Islam…”. Lalu halaman 262- 263, “Rasul bersabda bahwa sesudah beliau tidak akan ada lagi nabi, melainkan khalifah. Rasul memberi nama penggantinya dengan (khulafa) yang merupakan bentuk jamak dari khalifah. Maka nama kepemimpinan ini adalah khilafah. Inilah kekuasaan yang dimaksud dalam Islam, yang dapat menjamin diterapkannya hukum Allah di atas muka bumi dan memberikan kesejahteraan serta keadilan bagi seluruh alam..”. Benarkah khilafah merupakan solusi dari segala permasalahan umat?
ARA: Bagi HT, khilafah solusi segala apapun problem yang ada di dunia, dan sebaliknya, demokrasi adalah biang kerok segala masalah umat manusia. Bagi saya sendiri tentu berbeda pandangan dengan HT.
R: Jika bukan khilafah sebagai solusinya, lalu apa yang ideal untuk memperbaiki umat Islam pada hari ini Ustad?
ARA: Solusi ideal harus dimulai dari yang real (nyata). Yakni dimulai dari meresonansi persatuan di antara umat Islam dan negara Islam. Jangan sampai mudah dipecah belah dan diadu domba, terutama dari mainsteram umat Islam Sunnah dan Syiah. Nanti yang ideal, kita tunggu Imam Mahdi yang hadisnya diakui oleh mayoritas umat Islam, baik Sunni maupun Syi’i.
R: Ini pertanyaan terakhir Ustad. Kami sangat prihatin dengan kondisi Timur Tengah saat ini. Sekelompok kaum yang mengklaim diri menegakkan khilafah /daulah Islam tidak segan-segan melakukan ‘penggal leher’ kepada lawannya, dan memamerkannya dengan bangga di hadapan kamera. Bahkan dalam sebuah video, mereka menggunakan kepala-kepala lawannya ini sebagai mainan sepak bola. Hal ini menggiring opini bahwa Islam adalah agama yang kejam dan bar-bar. Sayangnya, hadits tentang penggal leher ini ada, seperti yang termaktub dalam kitab Hizb at-Tahrir, Ajhizat Dawlat al-Khilafah halaman 11. Bagimana menurut Ustad?
ARA: Ini sangat memprihatinkan, dan tidak sesuai dengan prinsip Islam yang damai dan berkasih sayang. Islam hadir untuk menjadi rahmat bagi semesta alam, sehingga jika ada yang melakukan kekejaman seperti itu, mereka tidaklah merupakan representasi dari Islam itu sendiri. Saya tidak bisa menjawab dengan pasti apa motif mereka melakukan tindakan barbar seperti itu. Apakah hal tersebut karena motif hadist, atau motif hawa nafsu, dendam, hati yang keras, atau bahkan karena kultur barbar. Semuanya mungkin. Segala permasalahan di Timur Tengah seharusnya bisa menjadi peringatan bagi kita rakyat Indonesia, untuk lebih waspada dan hati-hati. Kita adalah negara kesatuan yang unsur-unsurnya begitu beragam, dan kita sudah melihat sendiri hasil ‘penegakan khilafah’ di Timur Tengah. Adakah kesejahteraan dan kedamaian di sana? Kawasan tersebut kacau balau, perang tanpa henti, jutaan rakyat mengungsi, kelaparan dan penyakit dimana-mana. Apakah hal itu yang hendak diinginkan terjadi di Indonesia?
Perubahan drastis sikap HT ini memunculkan pertanyaan, bagaimana ideologi HT sebenarnya? Untuk menjawab pertanyaan ini, Redaktur mewawancarai Dr. Ainur Rofiq al-Amin, dosen Fakultas Ushuludin, IAIN Sunan Ampel Surabaya. Beliau adalah mantan anggota HTI, dan disertasinya membahas tentang Hizbut Tahrir. Disertasi itu diterbitkan menjadi buku berjudul “Membongkar Proyek Khilafah Ala Hizbut Tahrir di Indonesia”. Laporan wawancara ini kami sajikan dalam dua bagian. Bagian pertama bisa dibaca di sini.
Berikut ini bagian kedua. Di bagian kedua ini, Redaktur membahas tentang buku yang ditulis tokoh HTI, Felix Siaw, yang berjudul Beyond the Inspiration.
R: Pada halaman 86 -89 dari buku Beyond the Inspiration, Felix Siaw mengungkapkan ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dalam dunia Islam, misalnya; Kuwait dan Arab Saudi yang kaya raya namun tidak mampu menolong Palestina, UEA memiliki teknologi canggih tapi merupakan negara pesakitan. Juga al-Azhar. Felix Siaw menyerang al-Azhar, yang menurutnya merupakan sebuah Universitas Islam terkemuka, namun tidak menghasilkan perbaikan pada umat muslim yang diharapkan. Apa ini tidak mengecilkan peran al-Azhar yang telah mencetak ribuan ulama Islam yang termasyur? Benarkah al-Azhar tidak membawa perbaikan kepada umat muslim seperti yang diharapkan? Bagaimana menurut Ustadz?
ARA: Bagi gerakan HT, yang dijelaskan dalam kitab-kitabnya, bahwa dakwah kalau tidak untuk melanjutkan kehidupan Islam yang diartikan dengan penegakan khilafah, adalah dakwah yang salah. Dakwah dengan cara mendirikan rumah sakit, panti-panti asuhan, atau dakwah hanya sekedar mengajak kebaikan adalah salah. Bahkan menurut mereka, dakwah-dakwah di atas adalah berbahaya, karena dapat melenakan, meninabobokan umat, sehingga umat tidak berusaha menegakkan khilafah. Dengan kesimpulan yang demikian, maka bagi HT, aktifitas dakwah kebaikan apapun, kalau itu tidak mengarah kepada penegakan khilafah adalah salah. Inilah bahayanya model dakwah yang mengklaim sebagai yang paling benar. Makanya, tidak aneh bila Al-Azhar juga dikritik.
R: Kalau menurut Felix, banyaknya masalah dari kaum muslimin timbul lantaran “way of life’ yang keliru. Baginya, wujud “way of life” adalah berislam secara kaffah. Bagaimana menurut Ustadz?
ARA: Ini menggelikan. Seluruh anggota HT memaknai Islam kaffah adalah apabila semua berupaya menegakkan khilafah. Siapapun, atau organisasi Islam apapun yang tidak berdakwah untuk menegakkan khilafah dianggap tidak berupaya untuk berislam secara kaffah.
R: Dalam buku tersebut pada halaman 255, ada sebuah hadist, bunyinya; “Di tengah-tengah kalian ada masa kenabian, atas izin Allah ia tetap ada. Lalu, Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Dia ada dan atas izin Allah, dia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (kerajaan yang zalim), dia juga ada dan atas izin Allah dia akan tetap ada. Lalu Dia mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian aka nada kekuasaan diktator yang menyengsarakan, dia juga ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Selanjutnya, akan ada kembali khilafah yang mengikuti manhaj kenabian (HR Ahmad).” Hadist ini dihubungkan dengan Surat An-Nuur: 55. Dalam hadist di atas, ada redaksi, “Akan ada kembali khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” Felix mengartikan kalimat ini adalah kebangkitan khilafah yang kedua kalinya yang akan membawa kita kembali ke zaman Rasulullah Saw. Benarkah ayat dan hadits tersebut merupakan sandaran bagi penegakan khilafah?
ARA: Ini juga hal yang perlu dikritisi. Pengaitan hadits dari Imam Ahmad tersebut dengan QS. An Nur : 55 tentu untuk memperkuat argumentasi HT dalam meyuarakan dakwah penegakan khilafah. Fokus mereka hanya penegakan khilafah. Walaupun secara historis, korelasi makna ini tidak ada riwayatnya. Jadi sepertinya mereka menafsirkan untuk memperkuat hadis tersebut dengan menggunakan ayat al-Qur’an.
R: Felix Siaw kemudian menghubungkan hadits di atas dengan Surat Ath-Thalaq ayat 2-3 dan An-Nissa : 95. Nubuat tentang tegaknya khilafah kembali harus disikapi dengan taqwa, dan diperjuangkan. Apakah ini tepat? Apakah wajib bagi kita umat muslim memperjuangkan tegaknya khilafah?
ARA: Bagi HT memperjuangkan penegakan khilafah adalah wajib. Bahkan sesiapa yang tidak berupaya, berleha-leha atau santai-santai tidak memperjuangkan khilafah, maka orang tersebut berdosa. Tidak hanya berdosa, menurut kitab-kitab HT, mereka telah melakukan akbarul ma’ashi (kemaksiatan yang besar) yang akan disiksa oleh Allah dengan siksa yang teramat pedih. Tidak terbayangkan nalar HT ini bagi mereka yang menolak khilafah, apa sebutannya. Bagi saya sendiri khilafah, adalah masalah ijtihad yang tidak harus didosa-dosakan bagi yang tidak memperjuangkan penegakannya. Tidak terpikirkan, seberapa banyak ulama kita yang mukhlis yang telah berupaya berjuang dan mendirikan NKRI ini yang berarti telah berdosa, karena para ulama kita ini tidak menjadikan NKRI sebagai khilafah.
R: Pada halaman 258, disebutkan “Sesungguhnya tidak ada jalan lain bagi orang yang berpikir sehat, dan tidak ada pilihan lain bagi seorang mukmin bahwa solusi satu-satunya bagi keterpurukan umat saat ini adalah mengembalikan aqidah dan syariat Islam…”. Lalu halaman 262- 263, “Rasul bersabda bahwa sesudah beliau tidak akan ada lagi nabi, melainkan khalifah. Rasul memberi nama penggantinya dengan (khulafa) yang merupakan bentuk jamak dari khalifah. Maka nama kepemimpinan ini adalah khilafah. Inilah kekuasaan yang dimaksud dalam Islam, yang dapat menjamin diterapkannya hukum Allah di atas muka bumi dan memberikan kesejahteraan serta keadilan bagi seluruh alam..”. Benarkah khilafah merupakan solusi dari segala permasalahan umat?
ARA: Bagi HT, khilafah solusi segala apapun problem yang ada di dunia, dan sebaliknya, demokrasi adalah biang kerok segala masalah umat manusia. Bagi saya sendiri tentu berbeda pandangan dengan HT.
R: Jika bukan khilafah sebagai solusinya, lalu apa yang ideal untuk memperbaiki umat Islam pada hari ini Ustad?
ARA: Solusi ideal harus dimulai dari yang real (nyata). Yakni dimulai dari meresonansi persatuan di antara umat Islam dan negara Islam. Jangan sampai mudah dipecah belah dan diadu domba, terutama dari mainsteram umat Islam Sunnah dan Syiah. Nanti yang ideal, kita tunggu Imam Mahdi yang hadisnya diakui oleh mayoritas umat Islam, baik Sunni maupun Syi’i.
R: Ini pertanyaan terakhir Ustad. Kami sangat prihatin dengan kondisi Timur Tengah saat ini. Sekelompok kaum yang mengklaim diri menegakkan khilafah /daulah Islam tidak segan-segan melakukan ‘penggal leher’ kepada lawannya, dan memamerkannya dengan bangga di hadapan kamera. Bahkan dalam sebuah video, mereka menggunakan kepala-kepala lawannya ini sebagai mainan sepak bola. Hal ini menggiring opini bahwa Islam adalah agama yang kejam dan bar-bar. Sayangnya, hadits tentang penggal leher ini ada, seperti yang termaktub dalam kitab Hizb at-Tahrir, Ajhizat Dawlat al-Khilafah halaman 11. Bagimana menurut Ustad?
ARA: Ini sangat memprihatinkan, dan tidak sesuai dengan prinsip Islam yang damai dan berkasih sayang. Islam hadir untuk menjadi rahmat bagi semesta alam, sehingga jika ada yang melakukan kekejaman seperti itu, mereka tidaklah merupakan representasi dari Islam itu sendiri. Saya tidak bisa menjawab dengan pasti apa motif mereka melakukan tindakan barbar seperti itu. Apakah hal tersebut karena motif hadist, atau motif hawa nafsu, dendam, hati yang keras, atau bahkan karena kultur barbar. Semuanya mungkin. Segala permasalahan di Timur Tengah seharusnya bisa menjadi peringatan bagi kita rakyat Indonesia, untuk lebih waspada dan hati-hati. Kita adalah negara kesatuan yang unsur-unsurnya begitu beragam, dan kita sudah melihat sendiri hasil ‘penegakan khilafah’ di Timur Tengah. Adakah kesejahteraan dan kedamaian di sana? Kawasan tersebut kacau balau, perang tanpa henti, jutaan rakyat mengungsi, kelaparan dan penyakit dimana-mana. Apakah hal itu yang hendak diinginkan terjadi di Indonesia?
KOMENTAR